Rabu, 28 April 2010

PENALARAN INDUKTIF

PENALARAN INDUKTIF

Pernalaran Induktif adalah pernalaran yang bertolak dari pernyataan0pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum. Dengan kata lain,

simpulan yang diperoleh tidak lebih khusus daripada pernyataan (premis).
Beberapa bentuk pernalaran induktif adalah sebagai berikut.


Generalisasi


Generalisasi ialah proses pernalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat

umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A pintar-pintar.” hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data

sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.

Sahih atau tidak sahihnya simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal yang berikut.
1 Data itu harus memadai jumlahnya. Makin banyak data yang dipaparkan, makinb sahih simpulan yang diperoleh.
2 Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang sahih.
3 Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.



Analogi
Analogi adalah cara penarikan pernalaran secara membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.

Contoh:
Nina adalah lulusan akademi A.
Nina dapat menjalankan tugasnya dewngan baik.
Ali adalah lulusan akademi A.
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Tujuan pernalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1) Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan.
2) Analigi digunakan untuk menyingkapkan kekeliruan.
3) Analogi digunakan untuk menyususn klasifikasi.


Hubungan Kausal

Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia terkena penyakit kanker darrah dan akhirnya meninggal dunia.

Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antar masalah, yaitu sebagai berikut.

a. sebab-akibat
sebab-akibat berpola A menyebabkan B. Di samping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B,C,D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.

Contoh :
Karena maulana tidak belajar, nilai ujiannya jelek.


b. Akibat-sebab

Akibat-sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa sesorang yang pergi ke dokte. Ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab, jadi mirip dengan entinem. Akan tetapi, dalam penalaran jenis akibat-sebab ini, peristiwa sebab merupakan simpulan.

Contoh:
Dia sakit, kemarin kehujanan.


c. Akibat-akibat
Akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa ”akibat” langsung disimpulkan pada suatu ”akibat” yang lain.

Contoh:
Ketika pulang dari pasar, Ibu Marie melihat tanah di halamannya becek. Ibu langsung menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti basah.
Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan. Pola itu dapat seperti berikut ini.


Hujan menyebabkan tanah becek
(A) B

Hujan menyebabkan kain jemuran basah
(A) C

Dalam proses penalaran, ”akibat-sebab”, peristiwa tanah becek (B) merupakan data, dan peristiwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan.

Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.
(B) (C)





referensi :
Arifin, Zaenal dan S.Amran Tasai. CERMAT BERBAHASA INDONESIA. Akademika Pressindo, Jakarta, 2008.

Sabtu, 17 April 2010

PENALARAN DEDUKTIF

Penalaran deduktif bertolak dari sebuah konklusi atau simpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum. Simpulan yang diperoleh tidak mungkin lebih umum daripada proposi tempay merarik simpulan itu. Proposi tempat merarik simpulan itu disebut premis.

Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.

Menarik Simpulan secara Langsung

Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis dosebut simpulan tak langsung.
Misalnya:
1. Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)

2. Tidak satupun S adalah P. (premis)
Tidak satupun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)

3. Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)

4. Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)

5. Semua S adalah P. (prwemis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua gajah adalah berbelai. (premis)
Tidak satu pun gajah adalah takberbelai. (simpulan)
Tidak satu pun yang takberbelai adalah gajah. (simpulan)


Menarik Simpulan secara Tidak Langsung

Pernalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memrlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkjan sebuah simpulan. Premis yang pertama adal;ah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.

Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuan yang semua orang sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa adalah serabut.

Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut.

a. Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan silogisme kategorial ialah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum disebur premis mayor dan peremis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.

Contoh:
Semua manusia bijaksana.
Semua polisi adalah manusia.
Jadi, semua polisi bijaksana.

Untuk menghasilakan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah pada silogisme di atas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.

Contoh:
Semua manusia bijaksana.
Semua kera bukan manusia.
Jadi, (tidak ada simpulan).

Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut.
a) Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term mayor, term minor, dan term penengah
Contoh:
Semua atlet haruss giat berlatih.
Xantipe adalah seorang atlet.
Xantipe harus giat berlatih.
Term minor = Xantipe
Term mayor = harus giat berlatih
Term menengah = atlet.

Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.

Dalam premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding, dan dinding menempel di tiang.
Oleh sebab itu, di sini tidak dapat ditarik simpulan.

b) Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu mayor, premis minor, dan simpulan.

c) Dua premis yang negative tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh:
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulau pun adalah manusia.

d) Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh:
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelai
Jadi, tidak seekor singa pun berbelai.

e) Dari premis yang positif, akan dihasilakn simpulan yang positif.
Contoh: Silakan anda buat pernalaran itu.

f) Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)

g) Bila salah satu premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.

h) Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)


b. Silogisme hipotesis

Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berrproposisi kondisional jipotesis.

Kalau premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh:
Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.
Besi dipanaskan.
Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.
Besi tidak dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memuai.

c. Silogisme Alternatif
Silogisme Alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa prtoposisi alternative. Kalau premis minornya membenarkan salah satu alternative, simpulannya akan menolak alternative yang lain.
Contoh:
Dia adalah seorang kiai atau professor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia buk Dia adalah seorang kiai atau professor.
Dia adalah seorang kiai atau professor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang professor.

d. Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
Semua sarjana adalah orang cerdas.
Ali adalah seorang sarjana.
Jadi, Ali adalah orang cerdas.

Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu ”Ali adalah orang cerdas karena dia adalah orang sarjana”.

Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.






referensi :
Arifin, Zaenal dan S.Amran Tasai. CERMAT BERBAHASA INDONESIA. Akademika Pressindo, Jakarta, 2008.