Senin, 01 November 2010

ETIKA BISNIS DAN ISU TERKAIT (ETIKA BISNIS DALAM BERIKLAN)

ETIKA BISNIS DAN ISU TERKAIT

Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Salah satu maknanya

adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Makna kedua

menurut kamus – lebih penting – etika adalah “kajian moralitas”. Tapi meskipun etika

berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah

semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri,

sedangkan moralitas merupakan subjek.


· Moralitas

Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan.

Hakekat standar moral :

§ Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.

§ Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu.

§ Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya) kepentingan diri.

§ Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.

§ Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.

Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu dan dengan emosi dan kosa kata tertentu.


· Etika

Etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek. Etika merupakan penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan akhir standar moral adalah mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut. Etika merupakan studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar benar dan salah, dan moral yang baik.


· Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.


ETIKA BISNIS DALAM BERIKLAN

Berbicara mengenai etika bisnis, kita akan masuk pada pembicaraan yang sifatnya abstrak. Ada dua hal yang perlu dimengerti mengenai etika bisnis, yaitu pemahaman tentang kata etika dan bisnis. Etika, merupakan seperangkat kesepakatan umum yang mengatur hubungan antar individu, individu dengan masyarakat dan masyarakat dengan masyarakat. Etika diperlukan untuk menciptakan hubungan yang tidak saling merugikan.

Semua bentuk masyarakat atau kelompok masyarakat memilliki perangkat aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Perangkat aturan tersebut bertujuan menjamin berlangsungnya hubungan baik antar anggotanya. Hal yang sama juga terjadi dalam dunia bisnis. Di dunia bisnis terdapat pula seperangkat aturan yang mengatur relasi antar pelaku bisnis. Perangkat aturan ini dibutuhkan agar hubungan bisnis yang terjalin berlangsung fair.

Perangkat aturan tersebut bisa berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan perusahaan, dan lain sebagainya. Aturan itu mengatur hubungan internal dalam dunia bisnis, seperti bagaimana melakukan bisnis, berhubungan dengan sesama pelaku bisnis. Dalam kerangka yang lebih luas kita juga mengenal istilah code of conduct, ISO (International Organization for Standarization), dan sebagainya.

Dalam beberapa tahun terakhir juga dikenal istilah Global Compact, Decent Works, Corporate Social Responsibility, yang bertujuan mengatur pelaku bisnis agar menjalankan bisnisnya dengan fair dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Lingkungan tersebut adalah masyarakat sekitar, lingkungan alam, dan hak asasi manusia.

Jadi, secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal), dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.

Menurut Dawam Rahardjo, etika bisnis beroperasi pada tiga tingkat yaitu individu, organisasi, dan sistem. Pada tingkat individu, etika bisnis mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab pribadinya dan kesadaran sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer. Pada tingkat organisasi, seseorang sudah terikat pada kebijakan perusahaan dan persepsi perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya. Pada tingkat sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem etika tertentu. Realitasnya, para pelaku bisnis terkadang sering tidak mengindahkan etika. Nilai moral yang selaras dengan etika bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan, persamaan, emosi atau religiusitas, seringkali kalah dalam upaya maksimalisasi laba melalui sikap yang individualistis melalui konflik dan persaingan yang tidak sehat.

Hal ini tidak hanya terjadi di Dunia Barat, tetapi juga dilakukan oleh para pebisnis di Dunia Timur. Di dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi penggerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumberdaya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis.

Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Salah satunya adalah melalui iklan. Promosi dan iklan dinilai efektif menarik calon pembeli, namun belakangan banyak promosi dan iklan yang tidak lagi sesuai dengan penawaran yang sebenarnya dilakukan produsen atau penjual, bahkan cenderung membohongi publik. Salah satu modus yang sering dijadikan alat ‘pembohongan publik’ adalah penawaran khusus yang disertai dengan sejumlah pembatasan yang dikenal dengan terminologi terms and condition apply atau “syarat dan ketentuan berlaku”. Entah disengaja atau tidak, perusahaan ritel, sering kali tidak menjelaskan secara rinci batasan-batasan yang menyertai penawaran khusus tersebut. Iklan yang mengandung penawaran khusus dengan syarat-syarat tertentu biasanya hanya diberikan tanda * (asterik) untuk menandakan “syarat dan ketentuan berlaku”, yang ditulis dengan huruf yang sangat kecil dan diletakkan di bawah iklan tersebut. Sementara itu, keterangan lengkap tentang batasan-batasan yang berlaku hanya dapat diperoleh di lokasi-lokasi tertentu. Hal ini banyak dijumpai pada sejumlah iklan yang beredar di tanah air, baik yang dipublikasikan melalui media cetak maupun elektronik. Kasus ini banyak terjadi pada iklan-iklan perusahaan ritel, produk dan layanan telepon seluler, kartu kredit, dan perusahaan penerbangan.

Menurut etika formal dan informal, praktik-praktik semacam ini jelas melanggar etika terutama berkaitan dengan kejujuran. Transaksi jual beli seharusnya menjunjung tinggi norma-norma baik yang berlaku di masyarakat, seperti pelayanan yang baik dan ramah, kejujuran, menghindari praktik-praktik penipuan maupun kebohongan public.


Dari sisi legal formal, praktek-praktek tersebut jelas melanggar Undang-undang No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 10 menyatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; kegunaan suatu barang dan/atau jasa; kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Selain itu, pasal 12 menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu atau jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan. Pelanggaran terhadap isi pasal-pasal tersebut menimbulkan konsekuensi sanksi berupa hukuman penjara maksimal 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,-.

Ketentuan hukum tentang pelanggaran etika bisnis dalam beriklan sebenarnya sudah disusun, meskipun masih terbuka celah-celah untuk melakukan penyimpangan. Tapi intinya adalah pada moral pebisnis itu sendiri, karena pembohongan atau penipuan terhadap publik atau konsumen tidak hanya merugikan produk atau layanan yang dihasilkan perusahaan itu sendiri, tetapi juga akan melemahkan daya saing di tingkat internasional. Pengabaian etika bisnis akan membawa kerugian, tidak saja pada masyarakat, tetapi juga tatanan ekonomi nasional.

Sumber : http://www.isei.or.id/page.php?id=5okt073

Tidak ada komentar:

Posting Komentar